Minggu, 01 Juni 2025

Menemanimu Sejauh ini

Menemanimu sejauh kemarin bukanlah tanpa alasan. Aku menaruh banyak harapan dan rasa percaya padamu, itulah yang menjadi sebab dań alasanku memilih untuk tetap bertahan sejauh itu, meskipun dihadapkan dengan berbagai macam drama pada cerita kita kemarin.

Aku selalu berusaha menjadi yang terbaik untukmu, menjadi orang yang bisa selalu sabar menghadapi sikapnmu, meski terkadang aku juga suka mengeluh pada diriku sendiri karena kurang mampu mengontrol emosiku ketika aku merasa kamu mengabaikan segala yang kuberikan.

Aku sempat berpikir bahwa di balik ketulusan yang kuberikan untukmu kemarin, itu sudah cukup untuk menjadi orang yang bisa kamu lihat sebagaimana aku melihatmu. Tapi ternyata itu semua belum cukup untuk bisa mendapatkan perlakuan yang sama darimu.

Maaf jika kata-kataku ini meriyakiti hatimu. Terkadang aku merasa seperti menjadi orang yang tidak pernah dimiliki olehmu di saat kita masih bersama. Aku menyediakan banyak ruang dan waktu untukmu, dengan harapan kamu percaya bahwa aku adalah orang yang bisa kamu andalkan dalam segala hal di kehidupanmu. Tapi ternyata aku harus selalu berusaha mati-matian dulu untuk bisa diakui sebagai orang yang bisa kamu andalkan, baik saat senangnya kamu maupun saat sedang hancurnya kamu.

Aku menunggu lama dan selalu ingin merasa dibutuhkan olehmu, namun kebanyakan momen yang aku dapatkan darimu kemarin adalah momen di mana kita harus bertengkar lebih dulu, dan di saat itu kamu baru menoleh ke arahku. Tidak jarang bukan penjelasan yang aku dapatkan darimu untuk meyakinkanku, justru amarah yang aku terima darimu. Jika kamu bertanya apakah aku lelah? Tentul Tapi aku jauh lebih lelah ketika melihat kamu melakukan semua hal sendirian tanpa melibatkanku.

Saat bersamamu kemarin, hari-hariku selalu aku usahakan untuk bisa terus tersenyum di hadapanmu, meski banyak sakit dan kecewa yang kurasakan, karena aku tidak ingin sampai kamu bertanya; apakah senyumku untukmu ini terpaksa atau tidak?

Aku selalu menutupi segala kemungkinan yang membuatku sakit dan kecewa di hadapanmu, dengan tujuan agar hubungan kita tetap baik-baik saja. Biarlah aku yang menelan semua pahitnya, asalkan kamu tetap bisa tersenyum lepas tanpa syarat kepadaku.

Aku tidak tahu apa yang akan terjadi esok, entah aku masih bisa terlihat baik-baik saja, atau justru akan kutumpahkan semua tangisanku yang begitu deras menghujani perjalanan hidupku ini. Tapi yang kutahu, aku selalu berusaha kuat untuk tidak menyerah begitu saja.

Aku selalu belajar untuk memahami bahwa persoalan kehilanganmu kemarin bukanlah akhir dari segalanya untuk kita tetap saling mengenal. Aku tidak ingin ada permusuhan apalagi dendam yang mendalam di antara kita, karena kita pernah saling mengasihi dan mengusahakan. Aku hanya ingin kita bisa sama-sama berdamai dengan keadaan, dengan apa yang pernah kita berikan, yang kita tangisi bersama, dan semua hal tentang kita yang pada akhirnya lepas dari genggaman kita.

Jika suatu hari nanti waktu kembali mempertemukan kita, entah pertemuan itu membawa kita untuk kembali bersama ataupun hanya sekedar saling menyapa saat kita berjumpa, aku akan 
sangat senang menyambutnya. Semoga kita bisa bertemu dengan versi terbaik dari diri kita masing-masing, ya. :)

Surat Untuk Kehilangan yang Tak Pernah Kembali

Kepada kamu, yang pernah kuharapkan tetap tinggal, namun memilih menjadi kenangan yang tak pernah sempat kupeluk lagi.

Aku tidak menulis ini untuk memintamu kembali.

Aku tahu, beberapa kepergian memang diciptakan untuk tak pernah kembali, dan beberapa luka, tak ditakdirkan untuk sembuh.

Aku pernah menjadi seseorang yang menunggu, menanti kabar, menanti alasan, menanti secuil keberanianmu untuk menjelaskan mengapa aku harus belajar hidup tanpamu.

Tapi kini aku tahu, beberapa jawaban memang tidak dilahirkan untuk dimengerti.

Aku berhenti bertanya.

Berhentilah menyusun kemungkinan.

Berhenti berharap suatu hari kamu akan menyesal.

Karena mungkin, dalam cerita kita, akulah yang terlalu percaya, akulah yang terlalu bertahan, dan kamu kamu hanya singgah, sekadar mampir untuk kemudian pergi.

Aku tak lagi marah.

Marah hanya menyisakan luka baru yang tak perlu.

Aku tak lagi sedih.

Sedih hanya memperpanjang sesuatu yang sudah lama selesai.

Yang tersisa hanyalah sepotong keikhlasan,

rapuh, tapi cukup untuk membiarkanku berjalan lagi,

tanpa membawa beban bayangmu dalam setiap langkah.

Untuk kamu,

yang kini bahkan mungkin telah melupakan caraku memanggil namamu,

aku biarkan hatiku memaafkan,

meski tak akan pernah melupakan.

Semoga dunia mempertemukanmu dengan apa yang kamu cari.

Semoga hidup memberimu kebahagiaan,

yang dulu pernah kubayangkan kita perjuangkan bersama.

Dan aku,

akan tetap melanjutkan perjalanan ini,

tanpa lagi menoleh,

tanpa lagi berharap.

Karena beberapa kehilangan memang harus diterima, bukan dilawan.

Karena tidak semua cinta cukup untuk membuat orang bertahan.

Dan aku telah cukup.

Telah cukup mencintai, cukup terluka, cukup melepaskan.

Aku dan Kamu: Sebuah Cerita yang Tak Sempat Selesal

Aku masih ingat. han ketika kau pertama kali menyapaku, biasa saja sebenarnya, tapi entah kenapa hatiku terasa seperti pulang.

Ada sesuatu dalam caramu melihatku-bukan tatapan yang menusuk, melainkan yang memeluk pelan, dalam, dan diam-diam.

Waktu itu, aku tidak tahu bahwa menyayangimu akan menjadi pelajaran paling sunyi dalam hidupku.

Tak ada buku panduan untuk mencintai seseorang yang akhirnya pergi bahkan tanpa mengucap "maaf".

Aku mencoba mengingat, di mana titik kita mulai retak?

Apakah saat aku terlalu sering percaya bahwa cinta cukup jadi alasan untuk bertahan?

Atau saat kau mulai bicara tentang masa depan tanpa lagi menyebut namaku di dalamnya?

Kita tak berdiskusi,

tapi malam kita menjadi lebih dingin.

Kita masih saling sapa,

tapi tidak lagi saling mendengar. Dan yang paling menyakitkan adalah, aku masih di situ-di tempat kita janjikan masa depan yang sederhana, sementara kau telah jauh,
menuju hidup yang tak lagi memerlukan aku.

Pernah suatu malam,

aku menulis surat untukmu

panjang sekali,

tentang rindu yang tak sempat disampaikan,

tentang hari-hari yang kulewati

dengan menyebut namamu dalam doa,

bukan agar kembali,

tapi agar aku ikhlas.

Tapi surat itu tak pernah kukirim.

Karena aku sadar,

yang kau butuhkan bukan aku yang setia,

tapi dunia yang tak mengingat masa lalu.

Dan aku adalah masa lalu yang selalu mengingatmu.

Ada hal-hal yang tak bisa dijelaskan:

seperti kenapa kita bertemu

jika akhirnya tak bersama,

atau kenapa aku masih menyebut namamu

saat semua orang menyuruhku melupakan.

Dan malam ini,

aku kembali membuka album ingatan,

menemukan potret kita yang tak pernah dicetak,

hanya tersimpan di dalam kepala.

dan nyaris pudar di antara air mata.

Kau tahu?

Kadang aku masih bermimpi tentang kita-

tentang sarapan pagi yang tak pernah ada,

tentang percakapan ringan saat senja,

tentang tanganmu yang menua bersama tanganku

Tapi semua itu tinggal kemungkinan yang tak sempat menjadi kenyataan.

Karena cerita kita

adalah cerita yang tak sempat selesai.

Bukan karena tak ada cinta,

tapi karena tak ada waktu.

yang benar-benar berpihak pada kita.

Kini, aku menulis ini bukan untukmu, tapi untuk diriku sendiri-yang masih belajar menerima bahwa beberapa cinta, meskipun dalam,

tidak ditakdirkan untuk tinggal.

Dan itu tidak apa-apa.

Aku akan tetap mencintaimu seperti langit mencintai senja, walau tahu ia akan tenggelam.

Aku Masih Mencintaimu, Namun Aku Harus Melepaskanmu

Aku mencintaimu.

Kalimat itu tak pernah berubah, meski dunia di antara kita sudah tidak lagi utuh seperti dulu.

Aku mencintaimu

dengan cara yang tak lagi bersuara, hanya menatapmu dari balik pintu kenangan, sembari menahan napas agar air mata tidak jatuh terlalu awal.

Aku pernah menjadi rumah, yang kau masuki dengan langkah ringan, yang kau tinggali dengan segala versi dirimu-termasuk saat kau berubah, saat kau mulai bicara dengan hati yang bukan milikku.

Aku tahu.

Lebih cepat dari yang kau duga, aku tahu. Tentang dia yang merebut tumpuan matamu, tentang senyumanmu yang mulai terasa jauh, tentang kata "sayang" yang masih kau ucapkan padaku tapi kehilangan rasa di dalamnya.

Tapi aku diam.

Karena mencintaimu artinya tetap memilih bersamamu, meski hatiku harus patah berkali-kali dalam sunyi.

Aku menampung sakit tanpa pernah menyebutnya luka, karena kupikir-cinta yang besar berarti menerima semuanya, termasuk rasa sakit yang tidak dibagi. 

Aku Masih Mencintaimu, Namun Aku Harus Melepaskanmu

Aku mencintaimu.

Kalimat itu tak pernah berubah, meski dunia di antara kita sudah tidak lagi utuh seperti dulu.

Aku mencintaimu

dengan cara yang tak lagi bersuara, hanya menatapmu dari balik pintu kenangan, sembari menahan napas agar air mata tidak jatuh terlalu awal.

Aku pernah menjadi rumah, yang kau masuki dengan langkah ringan, yang kau tinggali dengan segala versi dirimu-termasuk saat kau berubah, saat kau mulai bicara dengan hati yang bukan milikku.

Aku tahu.

Lebih cepat dari yang kau duga, aku tahu. Tentang dia yang merebut tumpuan matamu, tentang senyumanmu yang mulai terasa jauh, tentang kata "sayang" yang masih kau ucapkan padaku tapi kehilangan rasa di dalamnya.

Tapi aku diam.

Karena mencintaimu artinya tetap memilih bersamamu, meski hatiku harus patah berkali-kali dalam sunyi.

Aku menampung sakit tanpa pernah menyebutnya luka, karena kupikir-cinta yang besar berarti menerima semuanya, termasuk rasa sakit yang tidak dibagi.

Aku masih mencintaimu.

Tuhan tahu itu.

Tapi mencintai tak harus selalu memiliki.

Apalagi jika memiliki artinya kehilangan diriku sendiri.

Jadi, ini bukan perpisahan.

Ini aku yang memilih untuk bertahan...

tapi tidak lagi untukmu.

Ini aku yang memilih untuk mencintaimu-

dari kejauhan.

Dengan doa yang sama,

tapi bukan lagi dengan pengorbanan yang membunuh secara perlahan.

Jika suatu hari kau bertanya

kenapa aku pergi,

isinya:

aku tak pernah berhenti mencintaimu,

aku hanya berhenti melukai diriku sendiri

untuk tetap tinggal.

"Tak Mungkin Menikah, tapi Tak Ingin Pisah: Kita Sayang, Tapi Dunia Tidak Mengizinkan.

Mencintai seseorang yang rasanya begitu benar,

tapi dunia bilang:

"Maaf, kalian tidak bisa bersama."

Bukan karena cinta itu kurang.

Bukan karena tidak saling ingin.

Tapi karena kenyataan lebih keras daripada apa yang kita rasa.

Dan di situlah...

kita diam-diam bertahan - meski tahu ujungnya hanya luka.

Kenapa Tetap Bertahan?

Karena ada yang lebih menakutkan daripada tidak menikah:

Kehilangan orang yang membuatmu merasa hidup.

Dan meski tahu...

"Ini tidak akan pernah jadi rumah,"

Tapi masih terus tinggal di sana

karena setidaknya... itu masih hangat.


“Bukan apa-apa, yang penting bersama.”

Tapi di balik itu...

ada pertanyaan yang terus mematahkan pelan-pelan:

"Sampai kapan aku bisa bertahan di antara sayang dan sadar bahwa ini tidak akan pernah jadi nyata?"

Apa yang Membuat Kita Tidak Bisa Menikah?

Terlalu banyak doa yang tidak pernah bisa dipersatukan.

Dan hanya bisa saling genggam

tapi tidak pernah bisa saling ikat.

Sudah ada orang lain.

Satu diantara sudah punya janji yang lain.

Dan meski hatimu miliknya,

tubuh dan nama kalian... bukan milik satu sama lain.

Keluarga, budaya, dunia yang lebih besar dari kita berdua.

Cinta kita mungkin kuat,

tapi tidak cukup untuk melawan semua restu yang tak pernah datang.

Ambisi hidup yang tidak pernah sejalan.

Aku ingin langit, kamu ingin tanah.

Kamu ingin rumah, dia ingin jalan yang panjang.

Dan kita tahu: kita tidak akan pernah bisa berdiri di tempat yang sama.

Kenapa Masih Bertahan?

Karena dia sudah jadi rumah hatiku. 

Karena meski tak pernah diucapkan,

dia yang paling tahu bagaimana caramu merasa.

Karena saat berdua,

semua luka dunia seperti hilang.

Tapi saat bicara soal masa depan..

semuanya jadi sunyi.

Dan aku sadar...

"Mungkin ini tidak akan pernah jadi apa-apa sanggup melepasnya." tapi aku belum. 

Apa yang Harus di Lakukan?

Berhenti Berpura-Pura "Suatu Hari Bisa" Berhenti bohongi dirimu.

Kadang, yang paling menyakitkan bukan kata "tidak bisa," tapi harapan kosong yang ditanam sendiri. 

"Kalau aku terus di sini... hatiku akan terus menunggu yang tidak pernah datang."

Pilih: Bertahan dengan Kesadaran atau Berani Melepas Kalau memutuskan bertahan, berhentilah menuntut. 

Terima saja bahwa ini hanya untuk hari ini bukan selamanya.

Kalau kamu tidak mampu hidup tanpa harapan, maka kecewa.

Karena yang lebih menakutkan dari perpisahan adalah :

Cinta yang terus hidup, tapi tidak pernah benar-benar tumbuh.

Jangan Hapus Kenangan - Tapi Juga Jangan Jadi Tahanan Kamu boleh menangis,

kamu boleh mengingat semua detik yang pernah bikin kamu lupa dunia.

Tapi jangan biarkan kenangan itu membuatmu terus menunggu

padahal dia sendiri tidak bisa menunggu bersamamu.

Dan Terakhir...

Tanyakan pada dirimu:

"Kalau aku berhenti sekarang... apa yang masih tersisa?"

Apakah hanya luka?

Atau justru... ada ruang kosong yang akhirnya bisa ku isi lagi

dengan orang yang benar-benar bisa memilihku sepenuh hati?

Karena kadang...

yang aku pertahankan bukan dia,

tapi rasa takut untuk sendiri.

Dan itu bukan cinta itu penjara.

Untuk yang Sedang Bertahan di Antara 'Kita' dan 'Tidak

Pernah Jadi. 

Kamu hanya terlalu sayang pada orang yang tidak pernah bisa jadi rumah.

Dan itu tidak pernah mudah.

"Jangan pernah merasa bersalah karena ingin dilepas, karena di balik itu, ada dirimu yang lebih pantas bahagia... daripada hanya sekadar jadi 'yang disayangi, tapi tidak pernah dipilih."

bersandar pada orang yang aku tahu...

tidak akan pernah benar-benar jadi milikku?

karena di dunia ini,

yang paling menyakitkan tapi ditinggalkan...

tapi ditahan di antara cinta dan realita -

yang tak pernah bisa dipertemukan..