Ada kalanya hidup mengajarkan kita bahwa tidak semua yang kita perjuangkan, patut untuk dimenangkan. Bahwa cinta-seagung apa pun pengorbanannya-kadang bisa tersesat pada wajah yang salah, pada hati yang tidak benar-benar ingin tinggal, dan pada jiwa yang hanya ingin diterangi tanpa pernah mau menjadi cahaya.
Kita semua pernah menjadi pejuang.
Berperang dengan harapan, berbekal ketulusan, dan berlumur luka yang kita sebut cinta. Kita menabur perhatian, menanam kesabaran, menyirami keikhlasan, berharap tumbuh bunga kebahagiaan. Tapi yang mekar justru duri, yang menusuk balik tangan yang setia merawat.
Kita lupa, tidak semua perjuangan membawa pulang kebahagiaan. Ada perjuangan yang justru menguras jiwa, mengikis harga diri, dan menenggelamkan diri sendiri dalam kubangan penyangkalan. Kita menipu diri dengan kalimat, "Mungkin nanti dia sadar." Padahal yang seharusnya sadar lebih dulu adalah kita - bahwa cinta yang benar tak seharusnya membuat kita berlutut dalam derita tanpa arah.
Orang yang selama ini kita perjuangkan, bisa jadi hanyalah perhentian sementara dalam perjalanan hidup. Sebuah pelajaran yang dikirim Tuhan agar kita tahu: mencintai tidak selalu berarti memiliki, dan memperjuangkan tidak selalu berarti pantas. Ada cinta yang hadir hanya untuk menguji, bukan untuk dimiliki. Ada perasaan yang tumbuh hanya untuk kita patahkan sendiri, agar Kita belajar mencintai dengan lebih bijak di kemudian hari.
Betapa sering kita menatap seseorang seolah seluruh masa depan tergantung padanya. Kita gantungkan makna bahagia pada senyumnya, kita sandarkan ketenangan pada suaranya Tapi tanpa kita sadari, cinta itu menjelma candu-memibutakan akal, menyesatkan nurani, Dan ketika akhirnya kita ditinggalkan, barulah kita tahu, selama ini kita berjuang sendirian di medan yang tidak pernah diakul
Cinta yang sepihak adalah peperangan yang tak punya pemenang.
Vang satu berlari dengan keyakinan, yang satu berjalan dengan kebosanan
Yang satu menunggu dengan sabar, yang satu pergi tanpa pamit.
Dan di antara keduanya, ada hati yang retak diam-diam, tanpa ada yang tahu seberapa perih ia menahan kecewa.
Kadang-kadang, dalam keheningan yang panjang, kita bertanya pada diri sendiri
"Apakah aku salah mencintai?"
Tidak, Cinta tidak pernah salah. Yang salah adalah ketika kita memaksa cinta tinggal di tempat yang tidak menerimanya lagi.
Yang salah adalah ketika kita terus berjuang mempertahankan sesuatu yang justru perlahan-lahan mematikan kita.
Maka belajarlah melepaskan dengan kepala tegak dan hati pasrah.
Karena tidak semua yang kita perjuangkan pantas kita genggam Ada yang harus dilepas agar tangan ini bisa menerima yang lebih layak Ada yang harus dibiarkan pergi agar kita tahu rasanya senang tanpa berpura pura kuat
Tuhan tidak pernah menutup satu pintu tanpa menyiapkan jendela Baru
Kadang, orang yang membuat kita hancor hustru dikuom agar kita belajar mencinta diri sendiri
Agar kita paham: perjuangan sejati bukan untuk mempertahankan seseorang, tapi untuk menyelamatkan hat yang hampir hilang karena seseorang.
Dan pada akhirnya, kita akan tiba di satu titik di mana tidak ingin membuktikan apa pun kepada siapa pun.
Kita hanya ingin damai.
Damai dengan masa lalu yang pernah kita perjuangkan, dam dengan luka yang pernah kita simpan, damai dengan diri send yang pernah jatuh terlalu dalam pada orang yang tidak diperjuangkan.
Karena sejatinya, kebahagiaan bukan milik mereka yang selalu memiliki apa yang diinginkan.
Tapi milik mereka yang belajar melepaskan, dengan dada lapa dan hati yang sudah tidak lagi meminta balasan.